Interpretasi Gambaran Kehidupan

 
Tema : Pembatasan Pola Pikir Anak
Anak lahir dan berkembang ada proses kognitif yang terjadi pada dirinya. Proses-proses kognitif itu mencakup kegiatan berpikir, menalar, belajar dan memecahkan masalah yang membentuk pola pikir anak. Pada dasarnya pemikiran dalam otak anak-anak lebih abstrak dan beragam. Anak yang sudah memasuki usia sekolah akan lebih kreatif dalam membentuk pola pikirnya.
Pola pikir anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Sangat memprihatinkan ketika seorang guru mengharapkan dan memaksakan pola pikir siswanya harus sama dengan dirinya. Hal ini terlihat banyak terjadi di pendidikan Indonesia. Tipe mengajar yang perpusat pada guru mengharuskan para siswa untuk selalu memahami pengetahuan sesuai apa yang disampaikan oleh guru. Padahal anak-anak memiliki kemampuan tersendiri dalam memahami suatu hal atau pelajaran.
Seharusnya dalam proses belajar mengajar guru harus menyesuaikan pola pikir siswa bukan siswa yang harus memahami pola pikir guru. Pola pikir yang dibatasi, ditentukan dan dipaksakan akan mematikan kreatIvitas. Kreativitas siswa sebagai seorang anak tidak ada batasnya dan hal itu tidak boleh dibatasi. Pembatasan kreativitas anak hanya akan menghambat perkembangan psikologisnya dan berdampak pada karakter anak nantinya.
Salah satu penyebab sekolah tidak dapat menghasilkan peserta didik yang kompeten adalah kesalahan proses mendidik yang seperti ini. Model pendidikan Indonesia harusnya lebih manusiawi dengan mengutamakan pengembangan potensi-potensi yang dimiliki siswa. Seperti yang disampaikan oleh Munif Chatib penggagas metode pembelajaran Multiple Intelligences di Indonesia bahwa gaya mengajar guru harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya.
Metode multiple intelligences ini menganggap semua anak memiliki kelebihan. Merupakan model yang mengutamakan siswa dan kurikulum sering dimodifikasi agar sesuai dengan karakteristik, potensi, minat, dan bakat siswa. Sedangkan guru yang menerapkan model multiple intelligences dalam pembelajaran bisa mendorong siswa menggunakan kelebihan dan potensi siswa untuk menunjukan apa yang telah mereka pelajari (Hoerr, 2007: 14-16).
Dalam hal ini pemahaman akan masing-masing potensi peserta didik sangat diperlukan. Perbedaan potensi-potensi tersebut tidak untuk dijadikan satu melainkan dikembangkan sesuai masing-masing potensi yang dimiliki anak. Masing-masing anak harus diarahkan untuk mengutarakan pendapatnya sendiri, mengembangkan potensi diri dan guru harus mengikuti pola pikir anak tersebut.
Ragam kecerdasan yang dimiliki individu menurut Gardner diantaranya kecerdasan linguistik, logika-matematika, spasial, kinestetik-tubuh, musik, interpersonal dan intrapersonal. Seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan model multiple intelligences ini harus mampu menghargai berbagai keunikan yang dimiliki setiap siswa. Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa diberi kesempatan untuk berbicara menggunakan kecerdasan linguistik, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir logis dan menggunakan angka dalam rangka mengembangkan kecerdasan logis-matematis, memberikan kesempatan siswa mendapat informasi dari gambar dalam mengembangkan kecerdasan visual, memberikan kesempatan siswa mengarang lagu dan menggunaan musik dalam menerima informasi untuk mengembangkan kecerdasaan musikal, memberi kesempatan siswa berakting dan pengalaman fisik lainnya dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik tubuh mereka, mengadakan refleksi diri dan pengalaman sosial dalam rangka mengembangkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal siswa. Serta kegiatan lain yang dapat mengembangkan ragam kecerdasan yang dimiliki siswa, pada saat pembelajaran berlangsung.
Metode ini sangat baik diterapkan dalam pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Hal ini dikarenakan manfaat yang sangat baik dari penerapan model multiple intelligences ini, dari mulai membangkitkan semangat belajar, menyediakan siswa untuk belajar sesuai dengan minat, bakat, dan talentanya, meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang yang mereka sukai, sampai pada memberikan pengaruh positif dalam suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membatasi siswa.
Patut disayangkan bahwa metode multiple intelligences ini baru diterapkan kalangan pendidik saat ini dan baru beberapa sekolah saja. Penyebab utamanya adalah karena pengaruh doktrin dari pembelajaran tradisional, dimana tidak sedikit tenaga pendidik di lapangan yang diajari untuk terfokus pada kurikulum ketika membuat rencana pembelajaran dan pelaksaan mengajar, serta mesti berkonsentrasi untuk membantu siswa mengikuti kurikulum yang pada akhirnya siswa dipaksa mengikuti patokan yang ada.



Tema : Buku sebagai Penembus Batas

          Buku adalah jendela ilmu, pepatah tersebut merupakan ungkapan yang telah kita pahami dengan jelas maknanya. Bahwa buku merupakan sumber pengetahuan yang sangat luas. Membaca akan membuat kita mengerti dan membawa kepada dunia luar yang belum kita ketahui.
          Begitu banyak ragam buku yang menyimpan begitu banyak ilmu. Pengetahuan tentang apapun yang ada di dunia ini. Sedangkan pada dasarnya pengetahuan manusia itu masih secuil dari apa yang ada. Pengetahuan manusia terbatas jika ia enggan menambah wawasannya dengan membaca buku. Ada pembatas antara pengetahuan manusia yang telah dimiliki dengan dunia luar yang belum diketahui. Manusia jika tidak bersedia untuk membaca maka ia akan tetap pada batasan pengetahuannya. Tidak akan pernah tahu apa yang ada di dunia luar. Hanya akan terjebak dalam pengetahuan sempit dan akhirnya akan terpaku pada satu hal yang diyakininya tanpa bisa mengetahui lebih luas tentang suatu kebenaran yang ada. Buku sebagai penembus batas, ibaratnya terdapat dinding luas dan tinggi yang membatasi kita. Tanpa buku kita hanya akan dapat menatap dinding itu, sedangkan dengan buku kita mampu berpijak untuk melihat apa yang terdapat di baliknya.
          Hidup tanpa buku bagai ruang gelap tak berlampu. Buku ibarat lentera yang akan menerangi apa yang ingin kita lihat dan apa yang ada disekelilingnya. Tanpa lentera atau penerangan, kita hanya bisa meraba-raba. Tidak mampu mengetahui dengan jelas dan pasti.
          Membaca buku seharusnya dijadikan kebutuhan bagi semua kalangan manusia. Pengetahuan luas merupakan hal yang wajib dimiliki manusia. Namun pada kenyataannya, masyarakat kita masih rendah dalam budaya membaca. Budaya membaca masyarakat yang rendah penyebabnya adalah kebiasaan. Dari kecil anak tidak ditanamkan kebiasaan membaca dan kebutuhan akan membaca, sehingga sampai ia dewasa dan menjadi anggota masyarakat yang enggan untuk menambah pengetahuannya dengan membaca.                        
          Pemasyarakatan gemar membaca sudah berlangsung sejak lama. Banyak perpustakaan dan taman-taman bacaan yang telah disediakan. Namun nampaknya usaha ini masih terkalahkan oleh dinamika dan perkembangan pembangunan khususnya teknologi dan internet.
          Buku memang bukan satu-satunya sumber pengetahuan. Meskipun kita dapat memperoleh informasi dari berbagai media melalui teknologi, tetapi esensi buku sebagai samudera pengetahuan tidak dapat terbantahkan. Karena memang tidak ada ruginya kita membaca buku. Membaca buku tidak akan pernah mengurangi ilmu yang telah kita miliki, karena membaca buku akan selalu menambah dan memperluas wawasan kita terhadap pengetahuan. Dan dengan ragamnya pengetahuan yang kita miliki dapat kita gunakan serta terapkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Akan sangat mudah hidup kita jika kita mengetahui tentang segala sesuatu yang dijalani.
          Penyadaran masyarakat akan pentingnya hal ini memang tidak mudah karena kebiasaan memang sulit dirubah. Namun bukan berarti kebiasaan itu tidak dapat dirubah. Masyarakat cenderung malas membaca karena mungkin mereka belum merasakan kesenangan dalam membaca. Program pemerintah Kota Surabaya dalam penyediaan TBM atau taman bacaan masyarakat di seluruh penjuru kota dapat ikut diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Program ini menyadarkan masyarakat tentang pentingnya membaca dengan penyediaan sarana prasarana sumber belajar masyarakat yang dapat dijangkau dengan mudah. Taman bacaan terdapat di setiap wilayah rukun warga sehingga memudahkan masyarakat untuk memperoleh buku-buku.
          Dimulai dari orang tua yang gemar membaca pasti akan beruntut pada anaknya. Memang selalu dibutuhkan teladan orang tua untuk suka membaca agar anaknya juga tertanam dan meniru gemar membaca.
          Kunci kemajuan bangsa adalah sejauh mana tingginya budaya baca. Budaya baca merupakan jendela dari ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itulah yang bisa merubah pola pikir manusia. Dari keterbelakangan menjadi kemajuan, dari ketidakberdayaan menjadi berdaya.




Tema : Sudut Pandang Media
 
            Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan tokoh dalam ceritanya sehingga tampak jelas gaya cerita yang disajikan. Sudut pandang atau point of view dari sebuah cerita. Sudut pandang memerankan peranan tidak kalah penting dari sebuah cerita. Bukan hanya sebagai salah satu unsur cerita tetapi sudut pandang berperan sebagai teropong bagi pemirsa untuk mengamati cerita. Semakin baik teropong itu, maka semakin puas pemirsa menilai cerita tersebut.
            Media adalah alat, sarana, perantara, dan penghubung untuk menyebar, membawa atau menyampaikan suatu pesan dan gagasan kepada pemirsa. Media yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia adalah media massa. Informasi yang dibagikan kepada orang-orang dalam skala besar melalui penggunaan televisi, radio, film, surat kabar, internet, majalah dan buku disebut media massa. Media massa membantu dalam menghubungkan orang-orang dan membawa dunia ke dalam pandangan kita. Melalui media massa kita dapat berkomunikasi dengan mudah, mendapatkan pengetahuan dari melihat, membaca, mendengar, dan tahu tentang peristiwa di dunia.
            Perkembangan media massa saat ini sangat pesat. Setelah jaman orde baru media dibatasi dalam publikasinya, saat ini gelombang perkembangan media tidak dapat dibendung, apalagi setelah terdapat undang-undang kebebasan pers. Hal ini seperti mejadi pacuan media untuk menyampaikan apapun kepada masyarakat sebebas-bebasnya. Dalam hal ini, terkadang atau mungkin seringnya media menggunakan sudut pandang mereka sendiri, sehingga kita dibuat bingung tentang kebenaran atau objektivitas informasi yang disampaikan oleh media.
            Sudut pandang media dalam penyampaian berita atau informasi lebih banyak bercampur dengan opini dibandingkan dengan fakta yang ada. Padahal fakta dan opini merupakan dua hal yang sangat berbeda. Berita adalah potret fakta yang terjadi di lapangan, sedangkan opini jelas merupakan pandangan pribadi penulis atau media yang bersangkutan.
            Sudah terlihat jelas bahwa media di Indonesia saat ini merupakan pendukung pihak-pihak tertentu. Kebanyakan media selalu berpihak dengan satu objek sehingga tidak terlihat lagi kenetralannya. Media yang seharusnya bersikap netral dalam pembuatan berita lebih banyak menampilkan berita atau informasi dari sisi atau sudut pandang objek yang didukungnya. Opini media massa terwujud dalam pemihakan kepada pihak tertentu yang dianggap benar oleh masing-masing media. Sehingga sering kita lihat pemberitaan satu media dengan media lainnya berbeda atau mungkin bertentangan meskipun liputannya mengenai objek yang sama. Fakta bahwa yang dianggap benar itu ternyata tidak seragam menunjukan bahwa yang dianggap “benar” oleh media itu tidak semua benar.
            Namun bagi rakyat Indonesia, pemberitaan media yang seperti ini mudah mempengaruhi mereka sehingga membentuk opini publik terhadap suatu objek. Berita yang dicampuradukan dengan opini dan dikemas secara berlebihan mudah ditelan mentah-mentah oleh masyarakat. Isu yang “biasa” yang kemudian dipoles menjadi isu yang “tidak biasa” oleh media akan lebih menarik perhatian pemirsa atau masyarakat. Hal ini berkaitan dengan kepentingan-kepentingan pribadi pihak media. Pengangkatan suatu isu yang didasari oleh kepentingan bisa jadi merupakan pengalihan isu.
            Kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi kebenaran yang diyakini. Kita sebagai penerima informasi atau berita dari media seharusnya lebih bisa memilih dan memilah berita yang berisikan kebenaran dan fakta yang universal. Bukan hanya kebenaran dari satu pihak. Jangan jadikan media massa sebagai satu-satunya  media informasi kebenaran. Satu sumber bisa menjerumuskan kita, melainkan harus banyak sumber yang kita ketahui agar kita tidak hanya melihat dari satu sudut pandang, sehingga kita dapat menilai mana berita yang benar dan mana berita yang hanya opini saja. Sebagai pemerhati pers yang dapat kita lakukan salah satunya dengan mengarahkan masyarakat agar tidak hanya menyimak berita pada satu media massa saja, tetapi membandingkan dengan pemberitaan dari media massa yang lainnya, akan lebih baik lagi ketika kita dapat mengklarifikasi warta yang tersaji kepada orang yang lebih paham terhadap pemberitaan tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

Naskah Teater ''Asal Mula Kalangbret"

Parenting “Ketika Anakku Lelah” oleh Bunda Yirawati Sumedi, S.Psi (Tips Menjadi Orangtua Milenial)