Makalah Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)


Anak Kesulitan Belajar (LEARNING DISABILITIES)
MAKALAH ORTOPEDAGOGIK

INDRI AJENG SETYONINGRUM
PENDIDIKAN NON FORMAL 2014-B

KATA PENGANTAR
            Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah, rahmah dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Ortopedagogik yang berjudul “Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)” ini.
            Makalah ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang anak kesulitan belajar untuk masyarakat khususnya mahasiswa ilmu pendidikan yang nantinya akan menghadapi anak didik agar dapat dengan tepat mengenali dan menangani anak yang mengalami kesulitan belajar.
            Ucapan terimakasih penulis sampaikan untuk seluruh pihak yang telah ikut andil dalam penyelasaian makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik serta saran penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata semoga makalah in bermanfaat untuk para pembaca.

Surabaya, 14 Nopember 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak miliki perbedaan dalam perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki, dan hambatan yang dihadapi. Akan tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa meskipun setiap anak mempunyai perpedaan-perbedaan, mereka tetap sama yaitu sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang arang anak, yang pertama harus dilihat, ia adalah seorang anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat. Dengan kata lain pendidikan melihat anak dari sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sudut pandang seperti inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan tidak pernah menyerah.
Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajaran. Ketika pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan adalah apa yang menjadi hambatan belajar dan kebutuhan anak. Apabila hal itu dapat diketahui maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada apa yang dibutuhkan oleh seorang anak, bukan pada apa yang diinginkan oleh orang lain. Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi pendidikan antara lain untuk memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri secara optimal sejalan dengan potensi yang dimilikinya.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud kesulitan belajar?
2.      Apa faktor penyebab anak kesulitan belajar?
3.      Bagaimana gejala anak kesulitan belajar?
4.      Apa saja klasifikasi kesulitan belajar?
5.      Bagaimana penanganan pada anak kesulitan belajar?

C.  TUJUAN DAN MANFAAT
1.      Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar
2.      Mengetahui faktor-faktor penyebab anak kesulitan belajar
3.      Mengetahui gejala anak yang mengalami kesulitan belajar
4.      Mengetahui klasifikasi kesulitan belajar
5.      Mengetahui dan memahami cara menangani anak kesulitan belajar


BAB II
PEMBAHASAN

A.   DEFINISI KESULITAN BELAJAR
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar , istilah kata yakni disfungsi otak minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni gangguan neurologist.
Menurut national institute of health, USA kesulitan belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaaj yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara intelegensia dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai lebih lanjut dijelaskan bahwa kesulitan belajar disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan, seperti perkembangan membaca, menulis, pemahaman dan berhitung.
Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakapcakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.

B.    FAKTOR PENYEBAB ANAK KESULITAN BELAJAR
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset (Harwell, 2001), yaitu :
1. Faktor keturunan/bawaan
2. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur
3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
4. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam.
5. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
6. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selama tahun-tahun awal kelahiran sampai umur 4 tahun adalah masa-masa kritis yang penting terhadap pembelajaran ke depannya. Stimulasi pada masa bayi dan kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal kelahiran sampai usia 3 tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara mendengar lagu, berbicara kepadanya, atau membacakannya cerita. Pada beberpa kondisi, interaksi ini kurang dilakuan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001).
Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:

1.    Faktor Disfungsi Otak
Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat pada akhir tahun 1930-an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otak dengan bahasa, hiperaktivitas dan kerusakan perseptual. Penelitian berlanjut ke area neuropsychology yang menekankan adanya perbedaan pada hemisfer otak. Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan kemampuan sequential linguistic atau kemampuan verbal; hemisfer kanan otak berhubungan dengan tugas-tugas yang berhubungan dengan auditori termasuk melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-spasial dan aktivitas non verbal. Temuan Harness, Epstein, dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar (learning difficulty) menampilkan kinerja yang lebih baik daripada kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan berhubungan dengan otak kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari anak yang termasuk underachiever, memiliki disfungsi system syaraf pusat (dalam Kirk & Ghallager, 1986).
2.    Faktor Genetik
Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa faktor herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar identik dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekuensi disleksia pada kembar identik lebih banyak daripada kembar tidak identik sehingga ia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis adalah sesuatuyang diturunkan.
3.    Faktor Lingkungan dan Malnutrisi
Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada anak. Cruickshank dan Hallahan (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta berkembang anak.
4.    Faktor Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil namun ada juga yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan bahwa memang ada beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan makanan.
Mulyono Abdurrahman mengatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor Internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan.

C.  GEJALA ANAK KESULITAN BELAJAR
1.    Pada Usia Pra Sekolah
      Terlambat bicara dibanding dengan anak seusianya
      Memiliki kesulitan dalam mengucapkan beberapa kata
      Dibandingkan anak seusianya, penguasaan jumlah katanya lebih sedikit (terbatas)
      Sering tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk satu kalimat yang akan dikemukakan
      Sulit mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari
      Sulit merangkai kata untuk menjadi sebuah kalimat
      Sering gelisah yang berlebihan
      Mudah terganggu konsentrasinya
      Sulit berinteraksi dengan teman seusianya
      Sulit mengikuti instruksi yang diberikan untuknya
      Sulit mengikuti rutinitas tertentu
      Menghindari tugas-tugas tertentu seperti menggunting dan menggambar

2.    Pada Usia Sekolah
      Daya ingatnya terbatas (kurang baik)
      Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca. Misalnya: huruf “d” dibaca “b” Contoh: duku dibaca buku atau sebaliknya buku dibaca duku. “p” dibaca “q”, “w” dibaca “m” dan sebagainya. Bila ini yang terjadi mereka termasuk dalam kelompok berkesulitan belajar disleksia.
      Lambat untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya.
      Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika. Misalnya tak dapat membedakan arti dari symbol minus (-), symbol plus (+) dan symbol kali (x) dan sebagainya
      Sulit dalam mempelajari ketrampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingatnya.
      Impulsif (bertindak tanpa dipikir lebih dahulu).
      Sulit berkonsentrasi
      Sering melanggar peraturan baik di rumah maupun di sekolah.
      Tidak mampu berdisiplin seperti sulit merencanakan kegiatan sehari-hari.
      Emosional, penyendiri, pemurung, mudah tersinggung, acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
      Menolak sekolah.
      Tidak stabil dalam memegang alat-alat tulis
      Kacau dalam memahami hari dan waktu

3.    Pada Usia Remaja/Dewasa
      Sulit/salah mengeja huruf berlanjut hingga dewasa
      Masih sering menghindari tugas-tugas membaca dan menulis.
      Mungkin saja lancar membacanya tapi tidak mengerti atau tidak bisa menjelaskan apa yang telah dibacanya.
      Sulit menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lisan dan/atau tulisan.
      Daya ingat terbatas.
      Sulit menangkap konsep-konsep yang abstrak.
      Lamban dalam bekerja.
      Sering tidak teliti/ceroboh pada hal-hal yang seharusnya rinci atau sebaliknya justru fokus pada hal-hal yang rinci.
      Bisa salah (distorsi) dalam membaca informasi.


D.   KLASIFIKASI KESULITAN BELAJAR

1.    Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:

a.   Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).

b.   Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecap.

c.   Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
·         Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.
·         Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
·         Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak atau digerakkan.
·         Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
·         Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
·         Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.


d.   Gangguan Perkembangan Perilaku
Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
·         ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
·         ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.

2.    Kesulitan Belajar Akademik

a.    Disleksia atau Kesulitan Membaca
Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun.
Disleksia terdiri dari dua perkataan Yunani yaitu "DYN" bermakna susah, dan "LEXIA" bermakna tulisan. Disleksia bukannya suatu penyakit, tetapi merupakan salah satu gangguan dalam pembelajaran yang biasanya di alami oleh anak-anak. Lebih tepatnya, masalah pembelajaran yang dihadapi adalah seperti membaca, menulis, mengeja, dan kemahiran mengira. Oleh itu disleksia mengarah kepada mereka yang menghadapi masalah-masalah membaca dan menulis walaupun mempunyai daya pemikiran yang normal.
Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah penglihatan, tetapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses.
Faktor-Faktor Penyebab Gejala Disleksia
Disleksia disebabkan adanya masalah di bagian otak, yang mengatur proses belajar. Faktor genetik atau keturunan juga berperan. Misalnya, jika seorang ayah susah membaca atau mengalami disleksia, bukan tidak mungkin si anak akan mengalami kesulitan serupa.
Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab, yaitu;
1)     Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, dan anak kidal juga bisa jadi disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.
2)     Problem pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli. Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.
3)     Faktor kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan.Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi semakin serius, hingga perlu penanganan menyeluruh. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi pada perkembangan dan fungsi-fungsi tertentu di bagian otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.

Ciri-Ciri Anak Disleksia
Gangguan disleksia biasanya baru bisa terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu, seperti halnya anak yang baru memasuki sekolah TK, kemampuan membaca anak yang baru memasuki TK tidak menjadi tuntutan untuk di haruskan bisa membaca. Oleh sebab itu, gejala disleksia sangat sulit diketahui sejak usia dini. Adapun ciri – cirri anak disleksia diantaranya :
v  Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
v  Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s ¬ a ¬ y ¬ a.
v  Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
v  Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
v  Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga tidak dapat membedakan huruf yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
v  Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya, dan lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tandatanya, dan tanda baca lainnya.
v  Bermasalah ketika harus memahami apa yang harus dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
v  Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi "Kursi duduk di atas kucing." Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
v  Keliru terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi. Serta, bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
v  Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik. Serta, terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
Anak baru bisa didiagnosis disleksia atau tidak saat anak di usia SD, yaitu sekitar 7-8 tahun. Karena di usia balita seorang anak belum ditargetkan untuk bisa membaca.

b.    Disgrafia atau Kesulitan Menulis

Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.

Penyebab Disgrafia
Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. 

Ciri-Ciri Disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1)     Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2)     Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3)     Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4)     Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5)     Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6)     Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7)     Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8)     Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

c.    Diskalkulia atau Kesulitan Belajar Matematika

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.
Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkab adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan.
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidak tepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.

Penyebab Diskalkulia
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1)     Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
2)     Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi ;
1)     Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2)     Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Ciri-Ciri Diskalkulia
1)      Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2)      Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3)      Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4)      Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5)      Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6)      Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7)      Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8)      Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep matematika itu sendiri.

E.    PENANGANAN ANAK KESULITAN BELAJAR
Penanganan anak-anak yang berkesulitan belajar secara umum bertujuan:
ü  Membangkitkan kesadaran tentang dirinya
ü  Mengoptimalkan potensi positif dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya
ü  Menjadi orang yang mandiri sehingga mampu mencari solusi permasalahan hidup sehari-hari.

Mereka perlu diarahkan untuk mempelajari hal-hal:
ü  Bagaimana mulai mengerjakan tugas
ü  Bagaimana cara belajar yang efektif misalnya bagaimana memegang pensil dengan benar.
ü  Bagaimana mendengarkan instruksi
ü  Bagaimana mengamati
ü  Bagaimana mengorganisasikan barang-barang miliknya agar teratur.
              Penanganan anak berkesulitan belajar memerlukan kerjasama yang baik, positif dan supportive antara orang tua, guru di sekolah dan beberapa orang professional seperti: dokter anak, psikiater anak, psikolog, terapis. Diperlukan upaya yang berkesinambungan untuk melaksanakan penanganannya.

Orang tua dan guru wajib memahami :
ü  Setiap anak adalah unik tidak bisa disamaratakan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sehingga penanganan/pendekatan setiap anak disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak.
ü  Kematangan setiap anak berbeda satu sama lain.
ü  Mereka membutuhkan lingkungan yang hangat, keceriaan, memberikan dukungan penuh agar mereka tidak merasa dikucilkan
ü  Konsisten dengan peraturan/disiplin sehingga mereka tahu apa yang boleh apa yang tidak boleh.
ü  Rutinitas kegiatan supaya mereka focus pada tugas dan kewajibannya.
ü  Hindarkan materi yang terlalu abstrak supaya mudah mereka pahami.
ü  Melatih penggunaan penginderaannya agar mereka memperoleh pengalaman nyata sehingga mudah diingat misalnya pengalaman menyentuh, merasakan, mencium, melihat dan mendengar akan dapat mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi kedalam otaknya.
ü  Menangani anak-anak yang berkesulitan belajar adalah proses yang panjang dan kesabaran yang tidak mungkin dapat dilakukan secara instant.

1.    Mengatasi Anak yang Mengalami Disleksia
a.   Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, disini anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas.Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan.Sehingga mempermudah otak bekerja dengan mengingat kembali huruf-huruf.
b.   Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami dan diketahui dalam lingkungannya, termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar, seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu, mereka sering dilecehkan, diejek, atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan.
Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman yang sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana.

c.   Terapi
Saat anak diketahui mengalami gangguan disleksia, patut diberikan terapi sedini mungkin, seperti terapi mengulang dengan penuh kesabaran dan ketekunan untuk membantu si anak mengatasi kesulitannya. Anak-anak yang mengalami disleksia sering merasakan tidak dapat melakukan atau menghasilkan yang terbaik seperti yang mereka inginkan.
Oleh sebab itu, guru-guru di sekolah seharusnya bisa melakukan beberapa cara untuk membantu anak-anak tersebut, seperti menggunakan alat tulis berbagai warna untuk menulis kata yang penting, memberikan waktu istirahat selama 10 menit dari setiap 20 menit belajar membaca, memberikan waktu lebih saat menulis dan membaca.
Guru juga dapat memberikan soal atau tulisan dengan ukuran huruf yang lebih besar agar terlihat jelas dan dapat menarik penglihatan mereka. Intinya, anak-anak penderita disleksia perlu diberikan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya. Karena, mereka juga memiliki potensi yang besar.Dan anak-anak itu butuh perhatian khusus.

2.    Mengatasi Anak yang Mengalami Disgrafia
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
a.   Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja setiap hari. Atau bisa juga orang tua dari si anak meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

b.   Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
c.   Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
d.   Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:
a.   Faktor kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
b.   Aktivitas lain yang mendukung
§  Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
§  Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.
§  Menyambungkan titik.
§  Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
§  Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
§  Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
§  Membuat garis miring secara vertikal.
§  Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
§  Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya.
c.   Menulis huruf lepas/cetak
§  Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
§  Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
§  Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
§  Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
§  Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat.
d.   Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:
§  Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
§  Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
§  Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
e.   Menulis huruf sambung
§  Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi.
§  Tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar.
Faktor
Masalah
Penyebabnya
Remedial
Bentuk
Huruf terlalu miring
Posisi kertas yang miring
Betulkan posisi kertas sehingga tegak lurus dengan badan
Ukuran
Terlalu besar dan terlalu tebal
  • Kurang memahami garis tulisan
  • Gerakan tangan yang kaku
  • Ajarkan kembali tentang konsep ukuran dan perjelas garis tulisan
  • Latih gerakan tangan, salah satu caranya dengan latihan membuat lingkaran atau bentuk lengkung
Spasi
  • Huruf dalam satu kata seperti menumpuk

  • Spasi antar-huruf terlalu lebar
  • Kurang memahami konsep spasi
  • Kurang memahami bentuk dan ukuran
        · Ajarkan kembali konsep spasi antar-kata
        · Kaji kembali konsep bentuk ukuran dan huruf
Kualitas garis
Terlalu tebal atau menekan terlalu tipis
Masalah pada tekanan tulisan
Perbaikilah cara-cara   memegang alat tulis, perbaiki juga gerakan tangan, serta berikan latihan menulis di atas kertas tipis dan kertas kasar
Kecepatan
Lambat ketika dalam menulis yaitu ketika menyalin atau saat dikte
Tingkat kemampuan menulis tidak sebanding dengan kecepatannya
Latih menarik garis lurus dengan cepat serta latihan membuat bentuk melingkar, tegak dan melengkung di kertas berpetak

3.    Mengatasi Anak yang Mengalami Diskalkulia
Penanganan pada anak Diskalkulia
a.       Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak.
b.      Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat anak.
c.       Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk memepertanyakan matematika dalam dirinya.
d.      Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu pemecahan masalah dalam menghadapi kesulitan pelajaran matematika.
e.       Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat. Dengan cara ini mempermudah anak untuk mengerti konsep matematika.
f.       Tulis angka-angka di atas kertas untuk mempermudah anak melihat. Dan menuliskan urutan angka-angka untuk membantu memahami konsep angka secara keseluruhan.
g.      Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak tentang matematika.
h.      Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari. Seperti mengajak anak untuk menghitung kursi yang ada dimeja makan. Usahakan anak aktif untuk menghitung dalam kegiatan ini.
i.        Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan, tetapi jangan terlalu menekan anak untuk pandai berhitung.
j.        Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus dengan penghitungan. Gunakan gambar yang menyenangkan.
Ingatan anak diasah terus menerus agar ingatannya tentang informasi-informasi yang ada tidak terbuang.



BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Learning disabilities atau kesulitan belajar adalah istilah untuk mereka yang mengalami gangguan atau hambatan dalam hal memahami dan mempelajari sesuatu. Learning disabilities disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal diantaranya gangguan neurologist atau disfungsi otak dan psikologis serta faktor eksternal diantaranya lingkungan tempat ia tinggal.
     Klasifikasi kesulitan belajar diantaranya disleksia yaitu kesulitan membaca, disgrafia, kesulitan menulis dan diskalkulia kesulitan berhitung.
Anak yang mengalami kesulitan belajar ini perlu mendapat bimbingan dan penanganan khusus. Mereka bukanlah tidak bisa belajar, hanya membutuhkan perhatian lebih serta bimbingan untuk mengatasi kesulitan yang mereka alami. Peran keluarga khususnya orang tua serta guru sangat dibutuhkan untuk mengarahkan mereka agar bisa seperti layaknya anak normal lain serta dapat menjalani kehidupannya di lingkungan masyarakat dengan baik.

B.    SARAN
Setiap anak memiliki hal masing-masing yang membuat mereka berbeda. Begitu juga anak kesulitan belajar. Mereka memang memiliki perbedaan dengan anak lainnya tetapi mereka tetaplah anak-anak yang mmebutuhkan kasih sayang, perhatian serta perlakuan yang sama. Dalam hal memperlakukan anak kesulitan belajar janganlah menganggap perbedaan mereka menjadi hal yang negatif sehingga mereka terkucilkan. Anak kesulitan belajar memiliki potensi serta kelebihan bakat-bakat di samping kekurangan mereka. Memperhatikan serta membantu mengembangkan bakat anak kesulitan belajar adalah hal yang perlu dilakukan untuk membangkitkan kepercayaan diri dan mengaktualisasi diri mereka.




DAFTAR PUSTAKA

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903241984031-ZAENAL_ALIMIN/KESULITAN_BELAJAR.pdf








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater ''Asal Mula Kalangbret"

Parenting “Ketika Anakku Lelah” oleh Bunda Yirawati Sumedi, S.Psi (Tips Menjadi Orangtua Milenial)