Parenting “Ketika Anakku Lelah” oleh Bunda Yirawati Sumedi, S.Psi (Tips Menjadi Orangtua Milenial)

“Bunda, tadi kesini sudah cium anak belum? Atau tadi malah ngomel-ngomel sama anak?” itulah kalimat pembuka dari Bunda Yira saat memulai parenting kala itu.

Kali ini yayasan tempat saya bekerja berkesempatan mengundang Bunda Yira untuk mengisi parenting kepada para donator yayasan kami. Tema parenting ini adalah “Ketika Anakku Lelah”. Membahas problematika anak saat ini dan bagaimana cara orangtua menyikapinya. Berikut saya akan menuliskan materi yang disampaikan oleh Bunda Yira.



Tahun 2030-2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana 70% penduduknya akan berada pada usia produktif. Bonus demografi ini bisa menjadi seperti 2 sisi mata pisau. Akankah bonus demografi ini akan mencapai puncak generai emas? Atau malah akan menumbuhkan generasi yang tidak jadi apa-apa?

Saat ini kasus, permasalahan dan kondisi anak sangat kompleks. Diantaranya tercatat 21 dari 100 remaja telah melakukan aborsi, 135 anak mengalami kekerasan setiap bulannya, dan lain sebagainya.

Apa yang dilakukan orangtua merupakan salah satu hal terbesar yang mempengaruhi permasalahan pada anak. Salah satunya orangtua yang melakukan pembunuhan karakter pada anak, karena memberikan pendidikan yang tidak sesuai fitrah.

Ibu adalah ujung tombak pertumbuhan anak. Meskipun begitu ayah juga memiliki peran penting. Namun kenyataannya Indonesia dikenal sebagai Fatherless Country, yang berarti seorang ayah hanya sebagai mesin ATM. Memenuhi kebutuhan materi. Tanpa membuat kurikulum keluarga.

Kasus perceraian di Indonesia telah mencapai angka 50 pasang per jamnya. Jawa Timur masuk angka 5 besar perceraian di Indonesia. Pendidikan pra nikah sangat penting diberikan kepada pasangan yang akan berkeluarga. Nyatanya umat islam dalam hal ini masih kalah dengan non islam. Umat non-is memiliki program pendidikan pra nikah selama 6 bulan yang kemudian akan mendapatkan sertifikat. Namun kita belum ada kewajiban program pra nikah seperti itu.

Adanya program parenting menjadi sangat penting dan diwajibkan di sekolah-sekolah umum. Sebab tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orangtua. Jika kita mengikuti ujian di sekolah, besar kemungkinan bisa dilakukan remidi. Namun kegagalan dalam mendidik anak tidak bisa diulang.

Ibu, jangan berpikir berjihad di tempat lain, berjihadlah untuk anak. Banyak orangtua yang tidak mengenal anaknya sendiri. Tidak mengetahui bakat dan minat mereka. Orangtua hanya sebagai supervisor, hanya menunjukkan salah benar, tidak menjadi teman.
Bagaimana sebaiknya sebagai orangtua dalam menyikapi anak?

Berikut ada 4 poin penting yang harus ditanamkan dan diamalkan oleh orangtua terhadap anak-anaknya.

1.     Bersyukur

Anak adalah ladang pahala bagi orangtua. Bersyukurlah memiliki dan diberikan kesempatan untuk mengasuh mereka. Proses pengasuhan anak membutuhkan komunikasi yang baik antar kedua orangtua. Seorang istri atau ibu harus melakukan komunikasi asertif dengan suami. Jangan sampai setiap kesalahan masing-masing pasangan dilimpahkan kepada anak.

Sebagai orangtua harusnya mensyukuri setiap apa yang dimiliki anak. Anak tidak pintar akademik bukan sebuah masalah. Karena ada kecerdasan akademik dan non akademik. Orangtua sebaiknya tidak terpaku pada nilai rapor. Seharusnya tidak memberi penekanan pada nilai angka yang paling buruk, melainkan baiknya kita konsen dengan nilai yang paling baik. Sebab bisa jadi disitulah potensi anak.

Jika kita selalu melihat nilai buruk anak akibatnya kita tidak ridho dengan anak yang berujung pada membandingkan dengan anak tetangga.
Sebaiknya kita juga tidak mengeluh jika anak tidak patuh karena bisa jadi orangtualah yang membuat anaknya tidak patuh.

2.       Ridho

Orangtua seharusnya menerima dan ridho apapun kondisi anak. Keridhoan orangtua akan menurunkan ridho Allah juga. Sebab ridho Allah bergantung pada ridho orangtua. Ketika Allah menurunkan ridhonya insyaallah keluarga akan menjadi berkah, keluarga yang diberkahi Allah tentunya akan menjadi keluarga bahagia.

Selama ini mungkin orangtua memang dekat dengan anak, namun hanya secara fisik, tidak secara emosi. Sebenarnya waktu terbaik menasehati anak, untuk mendekatkan emosi kita dengan anak adalah ketika makan, safar, dan sebelum tidur. Tetapi kenyataannya, di waktu-waktu tersebut kita malah sama-sama sibuk. Bahkan di saat menurut kita sedang Q-time bersama keluarga, misalnya pergi ke mall, masing-masing tetap sibuk dengan gawai di tangan. Jika seperti itu anak tidak akan memiliki kenangan manis dengan orangtua. Jangan sampai orangtua tidak kenal anak dan anak tidak kenal dengan orangtuanya.

Orangtua sepatutnya mendidik anak sesuai dengan fitrah usianya. Bagi anak laki-laki pada masa akil balignya usia 14-16 tahun sudah siap menjadi tulang punggung. Sedangkan untuk anak perempuan fitrahnya sudah bisa melakukan rumah tangga. Mengajari lifeskill anak bisa dimulai sejak usia 2 tahun.

3.       Optimis

Anak memiliki jiwa sendiri. Mengutip dari Ali bin Abi thalib “Anakmu bukan milikmu, tetapi milik zamannya. Sejarahnya, tantangannya! Jangan biarkan ia menjelma sepertimu. Biarkan dia memiliki semua jawaban bagi zamannya”.

Pengasuhan terhadap anak disesuaikan dengan zamannya. Namun juga tetap harus sesuai kebutuhannya. Saat ini kebanyakan orangtua memberikan gawai pada anak balita supaya anaknya tenang. Padahal Bill Gates, bapak perangkat lunak, mengatakan bahwa gawai diperuntukkan anak usia 14-16 tahun.

Orangtua muda saat ini kebanyakan adalah dari generasi milenial, yaitu mereka yang lahir di tahun 70-99an. Generasi milenial memiliki 100 milyar sel saraf otak, sedangkan anak-anak mereka, generasi alpha, memiliki jumlah sel saraf otak yang lebih banyak, 187 milyar. Namun yang terjadi justru sel saraf generasi alpha ini dirusak oleh pola pengasuhan dari generasi milenial. Memang generasi milenial saat ini banyak menorehkan sejarah dalam beberapa bidang kehidupan seperti teknologi, namun ada yang menyebutkan bahwa Milenial kill everything, milenial kill parenting.

Sebagai orangtua, terutama generasi milenial yang memiliki pikiran lebih tebuka, biarkanlah anak-anak kita tumbuh sesuai bakat minatnya. Jangan dipaksa. Penelitian menunjukan 84% sarjana di dunia telah salah jurusan. Persentase di Indonesia sendiri mencapai 87% sarjana yang salah jurusan. Banyak lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan bidang pendidikannya.

Mayoritas sistem pendidikan di dunia adalah sama. Banyak menanamkan ilmu pengetahuan namun tidak disesuaikan dengan bakat anak. Observasi terhadap anak sangat perlu dilakukan guna melihat dan mengenali bakat minat anak. Bagaimana caranya? Dengan mencatat perilaku anak. Tidak ada bakat yang jelek atau buruk. Misal kita mengetahui seorang anak yang banyak bicara dan keras kepala. Orangtua mungkin berpikir hal itu bukan sifat yang baik. Namun sifat banyak bicara dan keras kepala ini sesungguhnya dimiliki oleh seorang pengacara. Jadi sebagai orangtua patutnya mendoakan anaknya supaya kelak bisa menjadi pengacara, misalnya.

4.       Husnudzon

“Purpose of life” seorang anak seharusnya adalah menjadi “problem solver” bukan “problem maker”. Seperti yang telah termaktub dalam kitab suci Al Quran bahwa tujuan penciptaan manusia tidak lain dan tidak bukan adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di bumi.

Apapun pekerjaan kita atau anak kita kelak tetap tugas utamanya adalah beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu diperlukan pendidikan peradaban agar anak tidak menjadi generasi BLAST (Boring, Lonely, Anger, Stress, Tired). Orangtua harus senantiasa bersikap dan berpikir positif terhadap anak. Maklumi dan pahami jika anak-anak tidak paham dengan apa yang kita maksud.

Pendidikan anak harus sesuai dengan fitrah dan rentang usianya. Orangtua sebaiknya tidak menyerahkan pendidikan iman di sekolah. Karena pendidikan iman perlu ditanamkan pada usia 0-7 tahun di rumah oleh orangtua sendiri. Usia ini merupakan masa golden age anak dimana orangtua bisa mengilustrasikan mahabah cinta kepada Allah, Rasul dan alam yang kelak akan diaplikasikannya ketika usia 7-15 tahun.

Banyak yang mengatakan remaja adalah masa-masa kritis. Padahal dalam islam tidak ada istilah remaja. Remaja pun tidak dikenal dalam psikologi. Urutan usia adalah anak – dewasa awal – dewasa madya – dewasa akhir. Remaja berasal dari istilah psikologi Yahudi zionis pada tahun 1904. Pada jaman Rasul dikenal dengan pemuda. Mereka tidak seperti yang dikatakan seperti remaja sekarang yang pemberontak, depresi, susah diatur. Pemuda pada jaman Rasul adalah penuh semangat, antusiasme tinggi dan keinginan menempuh ilmu yang tinggi. Seperti Muhammad Al Fatih yang diangkat sultan ketika berusia 12 tahun dan menakhlukkan Konstantinopel usia 21 tahun.


Demikian beberapa materi dan pesan yang disampaikan oleh Bunda Yirawati. Sebagai generasi milenial yang insyaallah kelak akan mendidik anak-anak generasi alpha saya berharap semoga bisa mengemban dan menjalankan tanggungjawab sebagai orangtua khususnya ibu dengan baik. Semoga….

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

Naskah Teater ''Asal Mula Kalangbret"