Determinasi Diri: Sebuah Upaya Sehat Psikologis di Tengah Pengerjaan Tesis

 Tesis is the elegant sacrifice. Sore ini (21/02/22) saya ikut menyimak webinar yang diadakan oleh Departemen Psikologi Pendidikan UPI dengan topik bahasan determinasi diri sebagai upaya sehat psikologis di tengah pengerjaan tesis. Relate sekali dengan kondisi saya saat ini sebagai mahasiswa akhir jenjang magister. Pembicara webinar ini adalah Kang Alwin Muhammad Reza M.Psi seorang praktisi psikologi klinis dan founder @maknawellness.


Pembahasan dimulai dari pemahaman terhadap kesehatan mental. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehat merupakan kondisi yang seimbang (equilibrium state), tidak berlebih dan tidak minimal. Adapun mental adalah seluruh struktur dan fungsi psikologis yang meregulasi aspek perilaku seorang individu. Sehat mental artinya adalah mengetahui apa yang menjadi kemampuan, mengenal diri sendiri (memahami kelebihan dan kekurangan), mampu menyelesaikan berbagai kondisi stres sehari-hari, tetap produktif dan memberi kontribusi terhadap lingkungan.


Emosi individu seperti sedih, marah, kecewa, takut, khawatir itu wajar dan boleh dialami, namun tetap harus dalam kondisi seimbang. Emosi itu selalu berganti. Jika mengalami emosi negatif yang berkelanjutan maka ada yang perlu diperbaiki, dan sakit mental adalah hal yang lumrah atau wajar seperti sakit fisik pada umumnya.


Ketika kita mengalami ketidaknyamanan pada diri, hal tersebut bisa membakar diri sendiri atau dikenal dengan istilah burnout. Kondisi dimana mengalami stres yang ada kaitannya dengan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari tapi tidak disadari, maka sedikit demi sedikit bisa menghabisi kita. Seperti kebakaran yang berasal dari api kecil, jika tidak disadari bisa membakar semuanya. Hal-hal kecil itu bisa terjadi dalam berbagai setting, misal tidak nyaman dengan dosen atau tidak nyaman dengan lingkungan. Jika dibiarkan bisa menjadi stres kronis dan berkepanjangan. 


Kita harus mampu menyadari sekecil apapun tanda yang kita rasakan. Tanda-tanda itu diantaranya:

  • overwhelming: kondisi dimana kita merasakan lelah yang berlebih walaupun sedang tidak mengerjakan apa-apa. Dalam hal ini tubuh sering memberikan tanda seperti susah tidur dan lelah secara fisik

  • cynicism: kondisi dimana tanpa sadar kita sering sinis dengan apa yang kita kerjakan atau dengan kondisi lingkungan, serta menjadi over sensitif

  • detachment: tidak mau mengerjakan tugas dan pekerjaan, menunda-nunda atau prokrastinasi


Ada enam hal yang biasanya menjadi faktor penyebab:

  1. workload: beban yang terlalu banyak baik dalam hal kuantitas maupun kualitas

  2. control: seakan tidak memiliki kendali terhadap apa yang dikerjakan, misal mendapatkan banyak revisi

  3. reward: tidak mendapatkan reward atau hasil pekerjaan kita tidak dihargai

  4. community: support system yang kurang

  5. fairness: ketidakadilan, misal mahasiswi yang cantik lebih mudah bertemu dosen untuk bimbingan

  6. values: ketidaksamaan nilai, biasanya terjadi dalam dunia kerja


Membangun determinasi diri adalah cara untuk meminimalisasi burnout. Determinasi diri adalah sebuah motivasi intrinsik untuk tumbuh dengan memilih dan mengelola kondisi hidup secara mandiri tanpa ada tekanan maupun paksaan. Motivasi dari dalam diri adalah motivasi yang paling berperan penting. Kita perlu menegaskan “bisakah tesis ini menjadikan saya untuk bertumbuh?”. Dalam prosesnya tentu akan ada emosi-emosi seperti sedih, marah, frustasi dan sebagainya. Namun hal-hal tersebut bukan untuk disangkal melainkan untuk diterima dan tumbuh bersama emosi-emosi itu.


Determinasi diri mengarahkan kita untuk memilih dan mengelola kondisi hidup. Ada hal-hal dalam hidup yang tidak bisa kendalikan, namun juga banyak hal yang bisa kita kendalikan. Misal revisi dari dosen, kita bisa memilih mengelola kondisi tersebut dengan mengerjakannya, bukan mengabaikan dan menunda-nunda. Stimulus tidak bisa dipilih tapi respon bisa dipilih dan dikelola. Ketika menghadapi banyak revisi boleh bersedih terlebih dahulu namun tetap bisa kembali mengerjakannya. Seringnya kita blaming keadaan, dimana hal tersebut merupakan kegagalan dalam memilih dan mengelola respon yang sesuai.


Lalu apa yang kita butuhkan untuk dapat mencapai determinasi diri? Ada 3 hal yakni:

  1. Competence: kesediaan, willingness dan readiness untuk belajar meningkatkan kompetensi

  2. Autonomy: kemandirian, kebebasan, dan keleluasaan untuk belajar. Hal pentingnya adalah memiliki kesadaran untuk bertumbuh. Misal tidak menunggu dikejar pembimbing mengerjakan tesis dan revisinya.

  3. Relatedness: manusia butuh support system, relasi dengan orang lain supaya tidak sendirian dan merasa kesepian. Setiap orang lahir dari kondisi yang berbeda sehingga setiap orang memiliki kerentanan yang berbeda. Support system akan saling menguatkan dan mengingatkan, bukan menghakimi bagaimanapun kondisi kita. Penderitaan bukan milik kita sendiri, mari berbagi penderitaan dengan orang lain.


Human is self-determination being -Franki-


Sense of control (freedom) membuat seseorang menyadari makna hidupnya. Mampu menentukan sikap dan pilihan hidupnya ketika dihadapkan pada tiga hal:

  1. berbagai pengalaman dan aktivitas baik

  2. kecintaan

  3. penderitaan


Determinasi diri berkaitan erat dengan psychological well-being dan perlu dikembangkan dengan penuh kesadaran (mindful).


Tesis adalah hal yang netral. Respon kita lah yang menjadikannya destruktif atau konstruktif. Boleh mengerjakan tesis sambil menggumam, menghardik dan menangis, namun yang pasti harus dikerjakan. Tidak harus dikerjakan dengan semangat atau dalam kondisi good mood. Walaupun hasilnya tidak maksimal, lebih baik daripada tidak menghasilkan apapun. Fighting~~~


Komentar

  1. Thanks penulis... menambah wawasan dan kewaspadaan akan stress yg berkelanjutan..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

Naskah Teater ''Asal Mula Kalangbret"

Parenting “Ketika Anakku Lelah” oleh Bunda Yirawati Sumedi, S.Psi (Tips Menjadi Orangtua Milenial)