"Peran Ilmu Pendidikan dalam Era Disruptif" oleh Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (MOKAKU FIP UPI)

Tahun ini saya terdaftar sebagai mahasiswa baru angkatan corona, Alhamdulillah. Seperti halnya yang dialami oleh para maba angkatan corona di Indonesia maupun mungkin di dunia, saya juga memulai pra perkuliahan secara daring.

Rangkaian pra perkuliahan untuk mahasiswa pascasarjana UPI dilaksanakan selama 4 hari. Secara umum kegiatan kami adalah perkenalan kampus dan kuliah umum. Inilah bedanya masa orientasi mahasiswa sarjana dan pascasarjana. Kegiatan maba pasca lebih kepada kegiatan akademis. Saya jadi penasaran bagaimana bentuk kegiatan maba sarjana angkatan corona ini. Saya yakin tidak se-“seru” masa orientasi jaman saya. Haha..

Nah kali ini saya akan membuat sedikit rangkuman kuliah umum pada Masa Orientasi Kampus dan Kuliah Umum (MOKAKU) FIP UPI yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd dengan judul “Peran Ilmu Pendidikan dalam Era Disruptif” pada tanggal 2 September 2020 di ruang aplikasi Zoom Meeting.

 

Dimulai dari kerangka berpikir filosofis-keilmuan dan praksis pendidikan (pedagogi), Prof Sunaryo memberikan pengertian pendidikan sebagai upaya normatif yang membawa manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya.

Pedagogi saat ini mengalami penyempitan makna. Pedagogi diartikan sebagai mengajar. Padahal hakikatnya pedagogi adalah menguasai keterampilan mengajar dan meng”aku” kan (menginternalisasi) perbuatan mengajar; membangun pembelajaran yang mendidik.

Ilmu pendidikan berkaitan erat dengan ilmu manusia, dimana manusia merupakan subjek maupun objek dari pendidikan itu sendiri. Berangkat dari memanfaatkan pemahaman filsafat manusia dan berbagai ilmu tentang manusia diinternalisasi ke dalam perspektif filsafat pendidikan yang kemudian diformulasikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogik). Filsafat pendidikan sendiri merupakan keyakinan dan landasan tujuan pendidikan, ilmu bantu untuk memahami, menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan perkembangan manusia secara kontekstual (kodrat alam, kodrat jaman) yang koheren dengan filsafat dan tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah tujuan hidup manusia. “The general aim of education is the facilitation of creating the personal maximum condition for sel- realization” (Sikun Pribadi, 1971:225). Kondisi maksimum disini adalah sebagai pribadi yang mandiri, bertanggungjawab, kritis dan kreatif. Hal ini di dapat dari beberapa pokok pikiran dari para ahli pendidikan diantaranya;

“Education is a matter of purpose and focus,” Bereiter, Carl, 1983:6.

“The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write but those who cannot learn, unlearn and relearn,” Alvin Toffler (1960).

Pengembangan kemerdekaan manusia melalui pendidikan tidak lepas dari dialektika kemerdekaan sebagai bagian dari hakikat manusia. “Dalam pendidian harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan itu bersifat tiga macam: berdiri sendiri (zelfstandig), tidak tergantung pada orang lain (onafhankelijk) dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking). Beratlah kemerdekaan itu! Bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. Dalam hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang lain,” (KH Dewantara, 1938/1961)

Freedom to learn, Carl R Roger (1969).

  

Era industri 4.0 merupakan era otomasi dimana segala kebutuhan sangat mudah dipenuhi. Namun di dalam pergerakannya munculah disrupsi diantaranya perubahan dalam setiap aspek kehidupan yang menuntut untuk dipenuhi secara cepat dengan proses kritis dan kreatif. Disrupsi yang lain adalah perlunya keterampilan membuat pilihan yang berisiko serta keahlian secara kolaboratif.

Lalu dimana tanggungjawab pendidikan terhadap segala hal di atas? Tanggungjawab pendidikan adalah menyiapkan pembelajar pada ekologi pengembangan manusia untuk belajar, hidup dan bekerja. Disrupsi harus direspon dengan kritis dan kreatif (pada masa sekarang dikenal dengan konsep HOTS) untuk menghasilkan inovasi. Inovasi menghasilkan daya adaptasi, sustainability yang mengharuskan manusia menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Strategi pedagogi yang ditawarkan oleh Prof Sunaryo untuk menjawab tantangan ini adalah dengan menarik disrupsi ke dalam pendidikan atau memasukkan pendidikan ke dalam disrupsi. Beliau mengungkapkan bahwa mendidik adalah membudidayakan disrupsi inovasi. Pendidik seharusnya tidak hanya mencapai kompetensinya namun harus mencapai jati diri dan misi atau meng”aku”kan keahliannya. Misi yang dimaksud adalah tujuan mau dibawa kemana anak didiknya. Tujuan ini kembali pada tanggungjawab unik pendidikan yakni menciptakan kondisi maksimum (secara inklusif) untuk memfasilitasi realisasi (kesadaran) diri manusia sebagai makhluk pribadi, makhluk Tuhan, warga Negara, dan bangsa ke jalan nilai moral dan spiritual bertanggung jawab atas kemaslahatan masyarakat, dunia, dan lingkungan alamnya, mewujudkan pewarisan nilai-nilai keadilan, demokrasi, keharmonisan, kesehatan lingkungan dan nilai kultural menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya membawa kesuksesan dan kemaslahatan bagi kehidupan bangsa dan umat manusia. Poin pentingnya adalah kesadaran, kejujuran dan tanggungjawab.

Pesan terakhir pada pemaparan Prof Sunaryo adalah mengingatkan kita kembali pada pesan Ali bin Abi Thalib R.A yakni, “Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena ia hidup di jaman yang berbeda dengan jamanmu”.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Anak Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

Naskah Teater ''Asal Mula Kalangbret"

Parenting “Ketika Anakku Lelah” oleh Bunda Yirawati Sumedi, S.Psi (Tips Menjadi Orangtua Milenial)