Makalah Psikologi Sosial "Pengaruh, Proses, dan Hasil Sosialisasi terhadap Kepribadian"
PSIKOLOGI
SOSIAL
“Pengaruh,
Proses dan Hasil Sosialisasi terhadap Kepribadian”
Disusun
Oleh:
Indri
Ajeng Setyoningrum (14010034029)
Viyki
Khoirotul Umami (14010034044)
Nabella
Rosidah (140100340)
Dosen
Pengampu:
Heryanto
Susilo, M.Pd.
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
NON FORMAL
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan berkah dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Psikologi Sosial ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi
Sosial.
Kemudian kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Heryanto
Susilo, M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Psikologi Sosial yang telah banyak membimbing
kami sekaligus teman-teman jurusan PNF. Dan tak lupa kami juga mengucapkan
terimakasih terhadap setiap dukungan dari semua pihak sehingga makalah ini
dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami sadar dalam
penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya yang dapat
membangun kami
dan laporan kami. Sehingga kami dapat lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kami berikutnya.
Surabaya,
12 Maret 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
ii
BAB IPENDAHULUAN.......................................................................................................
1
A. Latar Belakang...................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................
1
C. Tujuan................................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................
2
A. Pengaruh Kebudayaan terhadap
Kepribadian...................................................................
2
B. Pengaruh Sosial terhadap Kepribadian.............................................................................
6
C. Sosialisasi sebagai Proses dan
Hasil..................................................................................
11
BAB III PENUTUP...............................................................................................................
18
A. Kesimpulan..........................................................................................................................
18
B. Saran....................................................................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi sosial adalah salah satu cabang ilmu yang berfokus pada
tingkah-tingkah laku sosial individu dalam situasi sosial. Tingkah laku sosial
individu tersebut ternyata dapat dipelajari, baik oleh ahli-ahli bidang
psikologi, antropologi, sosiologi , maupun ahli-ahli psikologi sosial. Oleh
karena itu, usah untuk mempelajari tingkah laku sosial individu dalam situasi
sosial diberikan istilah yang berbeda-beda oleh para ahli tersebut.
Ahli-ahli sosiologi memberikan istilah sosialisasi adalah suatu
proses dimana seseorang individu mempelajari fungsi sebagai anggota kelompok
dan bertingkah laku sesuai dengan keharusan dan aturan kelompok yang lain. Ahli
antropologi menggunakan istilah alkulturasi adalah suatu proses dimana
seseorang individu dilahirkan pada sesuatu kebudayaan dan pindah ke kebudayaan
lain yang dapat bertingkah laku pada masyarakat yang kedua.
Ahli psikologi sosial menggunakan istilah belajar sosial adalah
suatu proses di mana seorang individu mempelajari peranannya dan peran individu
lain di dalam situasi sosial dan bertingkah laku sesuai dengan peranannya
sendiri. Perbedaan tinjauan ahli-ahli sosiologi, ahli antropologi, dan
ahli-ahli sosial terhadap belajar sosial karena perbedaan sasaran. Ahli-ahli
psikologi sosial beranggapan sasaran belajar sosial adalah prosesnya, ahli-ahli
antropologi/sosiologi beranggapan sasaran belajar sosial adalah prosesnya dan
hasilnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengaruh kebudayaan terhadap
kepribadian?
2.
Bagaimana pengaruh sosial terhadap
kepribadian?
3.
Bagaimana sosialisasi sebagai proses dan hasil?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian.
2.
Untuk mengetahui pengaruh sosial terhadap kepribadian.
3.
Untuk mengetahui sosialisai sebagai proses dan hasil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Kebudayaan terhadap Kepribadian
Menurut para ahli Psikologi Sosial, individu menciptakan
kebudayaan masyarakat di mana individu berada, dan kebudayaan sangat
mempengaruhi kepribadian individu sebagai suatu masyarakat pendukung kebudayaan
tersebut.
1. Pengertian kebudayaan
a.
Ralp Linton : kebudayaan adalah sebagai
keseluruhan jumlah pola tingkah laku, sikap dan nilai yang dibagikan dan
dipindahkan oleh anggota masyarakat pemberi kebudayaan tersebut.
b. A. L. Krocber : kebudayaan adalah kumpulan reaksi motorik
kebiasaan, cara-cara, ide-ide dan nilai serta tingkah laku yang dipelajari dan
diturunkan oleh mereka.
c. David Krech dan Richard Crutchfield membatasi kebudayaan sebagai
sekumpulan keyakinan, nilai, norma dan batasan-batasan di mana ahli antropologi
menemukan guna menerangkan tingkah-tingkah laku umum yang dapat diamati.
d. Taylor secara singkat menyebut kebudayaan sebagai totalitas dari
keseluruhan yang mencakup moral, keyakinan, hukum, kesenian, kebiasaan dan
keahlian lain individu.
e. Koentjaraningrat : kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Beberapa definisi kebudayaan tersebut dapat dikatakan merupakan
penemuan para ahli dalam memberi pengertian/definisi kebudayaan. Kebudayaan
yang dimaksudkan adalah :
a. Kebudayaan merupakan gejala kemanusiaan, artinya tidak mungkin ada
kebudayaan tanpa manusia atau tidak mungkin manusia yang tidak mempunyai
kebudayaan. Kebudayaan dan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Ternyata, manusia menciptakan kebiasaan, norma , nilai yang menjadi isi
kebudayaan dan manusia juga memilih segala sesuatu yang telah ditentukan oleh
kebudayaan masyarakatnya. Misal: manusia menerima tentu dengan rasa hormat.
b. Kebudayaan akan ikut serta menciptakan manusia, artinya kebudayaan
yang dibuat manusia menyebabkan manusia tunduk kepada kebudayaan tersebut.
Misal manusia mempunyai sifat gotong royong.
c. Kebudaayan adalah alat untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki
kehidupan manusia artinya segala sesuatu hasil kebudayaan dibuat manusia agar
memberikan faedah/manfaat bagi manusia lainnya. Manusia memiliki sifat
bertindak secara efektif dibandingkan tindakan yang telah lalu. Misal, manusia
menciptakan kursi sofa untuk duduk beristirahat.
d. Kebudayaan adalah alat untuk mempertahankan hidup manusia, artinya
kebudayaan selalu berkembang dan kehidupan manusia sangat memerlukan kebudayaan
tersebut. Misalnya manusia mengikuti perkembangan mode pakaian.
e. Dalam perkembangan kebudayaan kadang-kadang terjadi lompatan untuk
menyesuaikan dengan keadaan seluruhnya , akan tetapi lompatan demikian tidaklah
jelek untuk kehidupan manusa. Misalnya, adanya televise, kalkulator, computer,
HP.
2. Hubungan Kebudayaan dengan Kepribadian
Kebudayaan adalah karakter suatu masyarakat bukan karakter
individual yang merupakan hasil dari semua yang dipelajari dalam kehidupan
sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Kepribadian merupakan ciri watak yang diperlihatkan sejak lahir
yang menjadi pembeda antara individu satu dengan individu lainnya.
Kebudayaan secara langsung dapat mempengaruhi kepribadian
individu, karena individu itu tinggal di lingkungan masyarakat yang memiliki
kebudayaan. Tingkah laku atau tindakan manusia itu tata, dikendalikan pola-pola
sistem nilai dan norma dalam masyarakat yang membentuk sebuah kebudayaan.
Sebaliknya, kebudayaan turut memberikan sumbangan pada pembentukan kepribadian.
Kebudayaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku dan
kepribadian seseorang terutama bagian-bagian kebudayaan yang secara langsung
mempengaruhi seorang individu. Karena itu hubungan kebudayaan dan kepribadian
sangat erat, hal ini nampak dari para ahli yaitu;
·
Herskovits : budaya langsung mempengaruhi perilaku dan kepribadian
individu yang berada dan tinggal dalam lingkungan masyarakat yang memiliki
kebudayaan tersebut.
·
Ralph Linton dan Kardinar : Linton mengemukakan pendapat bahwa berdasarkan
konsepsi psikologis kepribadian dipengaruhi adat istiadat pengasuhan anak.
Pengaruh ini baru nampak saat sudah menginjak dewasa.
·
Koentjaraningrat : mengemukakan bahwa suatu kebudayaan sering
memancarkan watak khas tertentu yang tampak dari luar. Watak tersebut yang
terlihat oleh orang asing. Watak ini dapat dilihat pada gaya tingkah laku
masyarakat, kebiasaan maupun hasil karya benda mereka.
Ciri-ciri dan unsur kepribadian sebenarnya sudah tertanam dalam
jiwa seseorang sejak awal, yaitu di masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi
dalam keluarga yang tentunya akan dipengaruhi oleh faktor daerah, cara hidup di
desa atau kota, agama, kelas sosial, dan sebagainya. Pembentukan watak banyak
dipengaruhi oleh pengalamannya sebagai anak-anak yang berada dalam asuhan
orang-orang terdekat di lingkungannya, juga oleh cara-cara dia diajari makan,
bermain, disiplin dan cara bergaul.
Berbicara mengenai kepribadian dan kebudayaan, tidak terlepas dari
hubungan antara masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan merupakan
perwujudan atau abstraksi perilaku manusia. Kepribadian mewujudkan perilaku
manusia. Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiannya, karena
kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu.
Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan lain-lain
sifat yang khas dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi
berhubungan dengan orang lain. Kepribadian sebenarnya merupakan organisasi
faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku
individu. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi suatu individu baik secara
langsung maupun tidak langsung.
3. Tipe Kebudayaan yang Mempengaruhi Bentuk Kepribadian
Dalam menelaah pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian, sebaiknya
dibatasi pada bagian kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi kepribadian.
Berikut tipe-tipe kebudayaan khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian
yakni:
- Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
Di sini dijumpai kepribadian yang saling berbeda antara
individu-individu yang merupakan anggota suatu masyarakat tertentu, karena
masing-masing tinggal di daerah yang tidak sama dan dengan
kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak sama pula. Contoh adat-istiadat melamar
mempelai di Minangkabau berbeda dengan adat-istiadat melamar mempelai di
Jawa.
- Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of life).
Contoh perbedaan antara anak yang dibesarkan di kota dengan
seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota terlihat lebih berani untuk
menonjolkan diri di antara teman-temannya dan sikapnya lebih terbuka untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan kebudayaan tertentu. Sedangkan
seorang anak yang dibesarkan di desa lebih mempunyai sikap percaya diri sendiri
dan lebih banyak mempunyai sikap menilai (sense of value).
- Kebudayaan khusus kelas sosial.
Di dalam setiap masyarakat akan dijumpai lapisan sosial karena
setiap masyarakat mempunyai sikap menghargai yang tertentu pula.
- Kebudayaan khusus atas dasar agama.
Agama juga mempunyai pengaruh besar di dalam membentuk kepribadian
seorang individu. Bahkan adanya berbagai madzhab di dalam satu agama pun
melahirkan kepribadian yang berbeda-beda pula di kalangan umatnya.
- Kebudayaan berdasarkan profesi.
Pekerjaan atau keahlian juga memberi pengaruh besar pada
kepribadian seseorang. Kepribadian seorang dokter, misalnya, berbeda dengan
kepribadian seorang pengacara, dan itu semua berpengaruh pada suasana
kekeluargaan dan cara-cara mereka bergaul.
Kebudayaan selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya dengan mengalami perubahan yang pada umumnya secara lambat.
Kebudayaan tersebut pasti memiliki pengaruh pada pembentukan kepribadian
individu sejak kecil sampai tua. Kebudayaan itu pun menjadi bekal dan alat
untuk bertingkah laku individu di mana ia berada sehingga individu tersebut
dapat mempertahankan hidup dan berkembang dalam kehidupan. Individu yang
memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat di mana ia
berada, maka ia akan mempelajari dan memasukan aspek-aspek kebudayaan
masyarakat yang berbeda ke dalam kepribadiannya sehingga ia dapat hidup dalam
kebudayaan masyarakat yang berbeda tersebut.
Dalam hubungan ini aspek kebudayaan lama yang dimiliki akan tetap
hidup dalam kepribadiannya dalam keadaan terpendam, sehingga bila kembali hidup
dalam masyarakat lama, ia tetap dapat bertingkah laku sesuai kebudayaan lama
tersebut.
B. Pengaruh Sosial Terhadap Kepribadian
Selain kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian, ada faktor-faktor
sosial yang juga berpengaruh terhadap kepribadian dan tingkah laku sosial
individu. Faktor-faktor sosial ini bersifat bagian dari aspek kebudayaan dalam
individu, yang berpengaruh secara aktif dan menentukan kepribadian dan tingkah
laku sosial individu.
Faktor-faktor sosial yang dimaksud adalah rumah, sekolah,
masyarakat, sosio-ekonomi, dan status kesukuan. Faktor sosial yang terakhir
yakni status kesukuan di Indonesia tidak tampak jelas pengaruhnya, namun di
luar negeri faktor status kesukuan benar-benar berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian seperti di Amerika Serika dan negara-negara Eropa lain.
Beberapa penemuan menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial yang
merupakan faktor di luar aspek kebudayaan, ternyata berpengaruh terhadap
perhatian dan tingkah laku sosial individu.
1. Rumah/home
Ahli-ahli sosiologi, antropoogi, psikologi, kriminologi dan
psikologi sosial berpendapat bahwa pengalaman awal keluarga bagi anak adalah
pengaruh sosial yang sangat penting di dalam keseluruhan aliran perkembangan.
Dalam keluarga anak mulai mengenal dunia pertama yang memberi pengalaman
berharga, inilah pembentukan kepribadian dan menjadi alasan bagi kepribadian
anak selanjutnya. Oleh karena itu, Bangess menyebutkan keluarga adalah kesatuan
dari interaksi dari kepribadian-kepribadian.
Disinilah anak mempelajari (belajar sosial) aspek-aspek kehidupan
keluarga yang dibutuhkan dalam pembentukan kepribadiannnya. Kinsky Davis
mengemukakan bahwa kami mungkin mencirikan fungsi sosial utama keluarga secara
benar melalui 4 bagian yang berhubungan secara erat, yaitu : menghasilkan
kembali, memelihara, menempatkan, dan sosialisasi pemuda.
Menurut S.Stanfeld Sargent(1968) menunjukan bahwa aspek keluraga
yang penting didalam sosialisasi bagi anak adalah:
a. Relation between parent/hubungan antar orang tua
Banyak studi menunjukan bahwa hubungan yang harmonis antar orang
tua adalah awal bagi perkembangan yang stabil dan pengetahuan kepribadian yang
baik bagi anak. Penyelidikan Hatswick memberi simpulan bahwa ketegangan dalam
keluarga dapat menciptakan tingkah laku anak yang kurang baik seperti
ketakutan, rendah diri, rasa khawatir yang berkepanjangan, dan sifat
kejam. Oleh karena itu Terman menyatakan bahwa resep yang paling baik untuk
pernikahan yang bahagia adalah perasaan yng stabil pada suami dan istri.
b. Parent-Child Relatioanship/Hubungan orang tua anak
Seperti yang di ungkapan Gluechs bahwa hubungan yang buruk orang
tua-anak menunjukan tiga perempat bagian atau lebih dari kasus-kasus kenakalan.
Pola hubungan orangtua dan anak penting dalam perkembangan kepribadian anak,
karena pola hubungan ini mempengaruhi stabilitas kepribadian anak dan menjamin
adanya perbedaan dengan individu lain.
c. Sibling Relationship/Hubungan antarsaudara sekandung
Suasana hubungan antar saudara sekandung akan tercermin juga pada
tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari. Misal: anak yang mempunyai
hubungan baik rukun dan menyenangkan dengan saudara sekandungnya, maka anak
tersebut juga mempunyai hubungan yang baik dengan teman-teman sekolahnya. Pada
akhirnya, keluarga merupakan wahana hubungan sosial dimana anak-anak akan
membentuk konsep diri (self-concept) dan hubungan antar orangtua,
hubungan orang tua-anak, dan hubungan antaranak menjadi sarana penting untuk
pembentukan konsep diri tersebut.
2. Sekolah/School
Para ahli sosiologi, antropologi, psikologi sependapat bahwa
pendidikan meningkatkan proses perkembangan intelek, perasaan dan sosial yang
berasal dari rumah. Dengan kata lain, sekolah ikut serta/berperan aktif dalam
rangka pembentukan kepribadian dengan calon anak mempelajari kebiasaan, sikap
individu lain, pengalaman baru dan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan. Menurut
S. Stanfeld Sargent, bahwa di sekolah ia disosialisasikan padahal berkomunikasi
dengan yang lain, bermain secara kerjasama, menunjukkan simpati (rasa tertarik)
dan hal-hal lain untuk mulai menanamkan kebenaran dari yang lain.
Dengan kata lain sekolah dapat digunakan anak untuk sosialisasi
dalam rangka pembentukan kepribadian. Hal ini sesuai dengan fungsi sekolah yang
diungkapkan S. Stanfeld Sargent:
a. Memindahkan warisan sosial, bahasa, kecakapan dan informasi
penting dan sikap yang diberi sanksi, nilai-nilai, dan cara bertingkah laku.
b. Kebanyakan sekolah mempunyai keluasan daripada bentuk kebebasan.
c. Sekolah memindahkan warisan sosial kepada murid-murid dan membantu
menumbuhkan kepribadian dan tingkah laku sosial mereka.
d. Pada umumnya guru-guru
sekolah tinggi memperbaiki program latihan pengobatan secara kontinu. Pada
bentuk-bentuk sekolah program guru-guru dipilih secara hati-hati dan diberi
waktu bekerja dengan murid-murid secara individual.
Sekolah yang memberikan fungsi ilmu pengetahuan dan teknologi pada
anak maka sekolah memberikan pera penting tentang belajar sosia kepada anak.
Peran yang dimaksud adalah:
a. Mengoreksi sikap dan tingkah laku sosial anak yang kurang baik,
yang berkembang dalam keluarga. Misal: anak bersikap dan bertingkah laku malas
diperbaiki melalui pemberian tugas rumah oleh guru.
b. Menumbuhkan sikap dan tingkah laku sosial baru untuk menghadapi
kehidupannya dimasa yang akan datang. Misal: anak diberi tugas memimpin kerja
kelompok.
c. Mengembangkan mental anak dalam arti akademis melalui proses
belajar di sekolah. Misal: anak cakap membaca, matematika, dan sebagainya.
3. Masyarakat/Community
Masyarakat merupakan dunia ketiga dan masa paling lama bagi anak
di dalam kehidupannya sampai si anak orang dewasa, bahkan menjadi orang tua.
Pada masa ini juga anak lebih banayk menerima pengaruh dari luar dan
pengaruh-pengaruh dari masyarakat ikut menentukan apakah anak itu akan menjadi
orang baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Interaksi sosial yang terjadi di masyarkat, tetangga, dan
perkumpulan pemuda mempunyai pengaruh penting dalam rangka pembentukan sosial.
Di dalam interaksi sosial inilah anak-anak dapat menemukan norma-norma sosial
yang ada dalam masyarakat dan kemudian akan mereka masukkan dalam kepribadian
yang nanti akan mereka wujudkan melalui tingkah laku sosial.
4. Status Sosial Ekonomi/ Socio-Economic Status
Pengaruh status sosial ekonomi berkisar pada lahiriah dan juga
keadaaan yang rohaniah. Keadaan yang bersifat lahiriah seperti kaya, miskin,
pemimpin, orang-orang berpengaruh, sedang keadaan yang bersifat rohaniah
seperti berpendidikan, ahli, pekerjaan.
Status sosial ekonomi sangat berpengaruh di dalam pembentukan
kepribadian anak melalui interaksi sosial, seperti sikap, minat, nilai, dan
kebiasaan anak tersebut. Status sosial ekonomi anak berasal dari status sosial
ekonomi yang telah dimiliki sebelum lahir.
Penyelidikan yang dilakukan oleh A. Davis membuktikan hal-hal
tersebut di atas. Ia menyimpulkan bahwa setiap kelas pada masyarakat,
anggota-anggotanya mempunyai pengaruh yang besar pada tujuan, peran, etika, dan
nilai-nilai pada anak. Kemudian A. Davis mengembangkan penarikan simpulannya
bahwa tingkah laku anak-anak menjadi lebih baik dan terkendali sesuai dengan
tingkatan status sosial ekonomi keluarganya.
Simpulan tersebut sejalan dengan simpulan yang diberikan oleh E.
W. Bakle bahwa di perguruan tinggi, mahasiswa yang selama masa anak dan remajanya
orang tua mereka mempunyai pendapatan rendah, memiliki hubungan dengan bentuk
ketidaknyamanan, emosional, dan rasa rendah diri.
5. Status Kesukuan/Etnic Status
Walaupun di Indonesia satus kesukuan kurang atau tidak mempunyai
pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian, akan tetapi teori ini
perlu dikemukakan, karena teori ini secara faktual ada di negara-negara maju
atau negara berkembang di luar negeri, yakni pada negara yang menganut
perbedaan suku, kebangsaan dan keberadaannya. Status kesukuan ini muncul karena
adanya kelompok-kelompok minoritas yang memisah dan mempunyai
perbedaan-perbedaan dengan sekitarnya.
Perbedaan-perbedaan status keturunan dari kelompok-kelompok minoritas
dan sekitarnya, membawa dampak pada pertumbuhan kepribadian individu-individu
kelompok minoritas tersebut. C. S. Johnson menunjukkan orang-orang Negro yang
berdiam di pedesaan Selatan Amerika Serikat, mempunyai pertumbuhan kepribadian
yang tidak menyenangkan dalam kerangka pola kebudayaan Amerika.
Sutherland mengemukakan bahwa kondisi perbedaan banyak/beragam di
dalam perbedaan wilayah, mereka banyak beragam sesuai dengan kelas sosial; dan
mereka sering banyak berpengaruh pada perbedaan kepribadian. Beberapa pemuda
membuat penyesuaian dengan mudah, sedang yang lain, masalah muncul pada sumber
kompleks secara konstan.
Kedudukan status kesukuan di dalam struktur sosial ditandai oleh
beberapa faktor/hal dari suku tersebut antara lain:
a. Besarnya suku
Suku yang kecil, akan selalu menjadi kelompok minoritas dan hal
ini semakin mempertajam perbedaan dengan suku lain.
b. Perbedaan psikologis
Anggota-anggota suku minoritas yang lahir belakangan akan
dihinggapi perasaan yang kurang baik, seperti antisipasi terhadap suku lain.
c. Perbedaan kebudayaan
Perbedaan dari kebudayaan suatu suku bangsa menjadi dasar
penilaian terhadap suku yang bersangkutan. Dari hasil pemikiran yang sepihak
inilah, sering menimbulkan konflik yang bersifat konstasi/berkepanjangan.
d. Perbedaan nilai
Nilai-nilai yang dianut suatu suku bangsa, dapat menjadi sumber
perbedaan terhadap suku bangsa lain. Nilai-nilai itu dapat berhubungan dengan
baik-buruk, benar salah, keharusan, karangan, dan sebagainya.
Nilai-nilai sangat berpengaruh terhadap kehidupan inividu
dan berdampak pada tingkah laku individu yang bersangkutan.
C. Sosialisasi sebagai Proses dan Hasil
Dalam kehidupan, setiap individu tidak
terlepas dari situasi/lingkungan sosial, menurut Sherif situasi sosial
adalah situasi dimana situasi memberi rangsangan kepada individu untuk
bertingkah laku. Situasi sosial tersebut dapat dibedakan menjadi 2 golongan:
a.
Direct sosial situation, yakni situasi sosial yang tercipta karena
hubungan antarindividu. Misal, situasi kelompok belajar.
b.
Sosial symbol, sikap sosial yang tercipta karena hubungan
kebudayaan. Misal, situasi di perpustakaan, museum.
1.
Sosialisasi Sebagai
Suatu Proses
Dalam situasi sosial, setiap individu harus
menciptakan tingkah laku sosial (sosial behavior). Menurut David L.
Watsen, tingkah laku sosial berhubungan dengan tingkah laku yang didasarkan
penguasaan dan pengendalian lapangan atau objek. Tingkah laku sosial tersebut
mempunyai hubungan dengan individu lain yang ada dalam situasi sosial yang
dihadapi secara bersama-sama. Steven Penrod mengungkapkan dalam setiap
situasi sosial maka masing-masing individu mempunyai pengetahuan umum tentang
interaksi manusia adalah tepat/benar. Proses belajar berlangsung saat individu
terlibat dalam interaksi sosial bersama dengan individu lain.
Menurut Neal Miller dan John Dalland,
setiap proses belajar harus memenuhi empat fakta pokok, yaitu:
1) Drive
Yang dimaksud Drive adalah rangsang
yang kuat yang mendorong tingkah laku). Drive dapat dibedakan menjadi:
a.
Drive primer, yakni dorongan yang bersifat
biologis, seperti haus, lapar, seks.
b.
Drive primer, yakni dorongan yang bersifat
psikologis, seperti pujian, penghargaan, kejenuhan.
Pada umumnya pada masyarakat maju, dorongan
sekunder menjadi motivasi utama bagi setiap individu untuk bertingkah laku.
2) Cue
Yang dimaksud adalah sesuatu untuk menentukan
kapan ia akan bereaksi, dimana ia akan bereaksi, dan reaksi apa yang akan ia
buat. Cue yang paling penting dalam belajar sosial adalah tingkah laku
individu lain, baik ditujukan kepada dirinya secara langsung maupun tidak
langsung.
3) Respond
Yang dimaksud adalah respon/reaksi adalah
sesuatu dimana seeorang mengerjakan/melakukan. Menurut Neal Miller dan John
Dollard, tingkah laku dapat dibedakan:
a.
Innete hierarchy of
responses atau
hirarki bawaan dari tingkah laku, yakni tingkah laku yang digunakan untuk
mereaksi pertama terhadap perangsang sosial.
b.
Result ... hierarchy of
response, atau
hirarki sebutan tingkah laku balas yang disesuaikan dengan faktor penguat.
Tingkah laku individu dapat dibedakaan menjadi:
a.
Tingkah laku sama, yakni tingkah laku yang
sama-sama
ditunjukkan pada rangsang yang sama.
b.
Tingkah laku tergantung, yakni tingkah laku yang
muncul akibat tingkah laku orang lain.
c.
Tingkah laku salinan, yakni tingkah laku
tercipta karena model atau ajaran.
4) Reward
Yang dimaksud ganjaran berarti konsekuensi
menyenangkan/tidak bagi individu.
Ganjaran yang menyenangkan dapat menciptakan
kebiasaan. Ganjaran yang tidak menyenangkan seperti hukuman, maka ganjaran
cenderung menghapuskan tingkah laku.
Teori belajar sosial menurut tinjauan
psikologis, antara lain:
a.
Teori belajar sosial tiruan, terdiri dari;
1)
Teori belajar sosial tiruan dari Miller
dan Dollard.
Teori ini menerangkan setiap belajar sosial
dari individu melalui tahap-tahap:
a)
Imitating action/meniru tingkah laku
Yang dimaksud adalah tingkah laku untuk meniru
tingkah laku individu lain. Dalam hubungan ini Woodwarth dan Marquis
menerangkan lebih lanjut bahwa bila ada sesuatu perangsang maka ada
empat hal yang menyebabkan seseorang individu bereaksi. Keempat hal itu adalah:
(1) Ciri-ciri
permanen individu
(2) Keadaan
sementara seseorang pada saat itu
(3) Tujuan
dalam kegiatan
(4) Stimulus
itu sendiri
b)
Perceiving the situation/menanggapi situasi
Merupakan proses kegiatan individu untuk menerima
dan memberi arti terhadap situasi yang dihadapi individu tersebut. Situasi
dapat dibedakan :
(1) Situasi
sosial dan bukan sosial
(2) Situasi
psikis dan fisik
c)
Making the new response/pembuat reaksi baru
Adalah tingkah laku seseorang dalam situasi
sebagai tanggapannya atas situasi itu, di bawah kondisi yang diberikan. Dalam
pemberian respon yang benar, maka setiap individu harus melalui:
(1) Trial and error (mencoba dan gagal) dalam meniru tingkah laku
(2) Conditioning and insight (pengertian dan berpikir) dalam yang harus
dipenuhi setiap individu
(3) Reasioning and insight (alasan dan berpikir) dalam mencontoh
tingkah laku
(4) Reinforcing the response/memperkuat reaksi
d) Learning new respond
1)
Teori proses pengganti dari Bendure dan
Walters
Inti dari teori ini adalah tingkah laku
tiruan merupakan suatu bentuk assosiasi/hubungan suatu rangsang dengan rangsang
lain dimana penguat dapat meningkatkan tingkah laku tersebut. Menurut Bandura
dan Walters ada 3 bentuk tingkah laku tercipta, yaitu:
a)
Efek modeling
Yaitu tingkah laku tercipta sama dengan model
tingkah laku yang dikhayalkan.
b)
Efek penghambat dan penghambus hambatan
Yaitu tingkah laku yang sama dengan model tingkah
laku khayalan dihambat pemunculan atau dihilangkan sehingga individu tercipta tingkah
laku baru.
c)
Efek kemudahan
Yaitu tingkah laku yang pernah dipelajari dan dilakukan
si penerima dengan mengamati tingkah laku perangsang. Hal ini dilakukan apabila
individu lain berasal dari kebudayaan masyarakat lain.
2)
Teori belajar sosial dengan penguat sosial
Teori ini dapat diterapkan pada individu yang
mempunyai kedudukan sosial sama.
a)
Teori tingkah laku sosial dasar dari George
C. Homans
Prinsip teori ini dalah penggunaan prinsip
ekonomi artinya dalam hubungan sosial kedua belah pihak berupaya memperoleh
keuntungan. Ciri-ciri teori ini adalah:
(1) Bersifat
sosial, yakni ada aksi dan reaksi antara dua/lebih individu
(2) Tiap-tiap
aksi harus ada reaksi dimana reaksi memperoleh ganjaran bila positif dan
memperoleh hukuman bila negatif
(3) Ada tingkah
laku nyata dari individu
2.
Belajar Sebagai Suatu Hasil
Isi warisan sosial sebagai hasil dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Falkways dan usages
W. G. Sumner membatasi Falkways adalah cara bertingkah
laku yang ditemukan dan diterima dalam masyarakat. Lebih spesifik dikemukakan
oleh S. Stanfeld Sargent bahwa Falkways dan usages adalah bentuk-bentuk
tingkah laku yang dibenarkan untuk situasi khusus. Perbedaan Falkways dan
usages adalah falkways berupa tingkah laku yang berupa kebiasaan,
sedang usages adalah tingkah laku yang merupakan kebiasaan tetapi
menyangkut ucapan.
Falkways dan usages dengan tolok ukur tingkah laku yang berlaku
di masyarakat yang harus dipahami setiap individu karena Falkways dan usages
merupakan cara bertingkah laku yang tersembunyi namun merupakan acuan tiap
individu untuk melakukan tindakan.
Kingsley Davis menyebutkan Falkways dan usages
adalah standar tingkah laku yang dipandang sebagai kewajiban yang relatif tahan
lama, pemaksaan melalui kontrol sosial secara optimal dan pada dasarnya tidak
direncanakan dan berupa cara-cara tersembunyi.
Walaupun Falkways dan usages tidak
mempunyai sanksi hukum, akan teetapi Falkways dan usages telah mempunyai
sanksi bagi pelanggarnya, yakni sanksi ringan berupa menjadi pembicaraan orang
dan sanksi berat akan diisolasi dari kehidupan masyaraakat karena ia
dianggap aneh (strange).
Oleh karena itu, sanksi dari Falkways dan
usages menyebabkan munculnya tingkah laku pura-pura bagi individu yang
tidak melakukan Falkways dan usages.
Falkways dan usages merupakan tingkah laku yang selalu
diulang-ulang dalam kehidupan sehari-hari sehingga Falkways dan usages
dapat tumbuh menjadi kebiasaan atau habit/custom.
Falkways dan usages dapat berubah juga menjadi hukum, artinya
kegiatan yang harus dilakukan dengan disertai hukum bagi pelanggarnya.
b. Convention
S. Stanfeld Sergent menyebutkan bahwa Conventions adalah
aturan yang mengatur tingkah laku sosial yang lebih penting. Kingsley
Davis menambahkan bahwa conventions seperti Falkways dan usages,
namun secara prinsip conventions are morale matter of conventions in sosial
relations. (conventions merupakan suatu penyedap dalam
hubungan sosial).
Conventions lebih difokuskan/ditekankan daripada Falkways
dan usages, oleh karena conventions merupakan prosedur yang telah
distandarisasikan dalam interaksi sosial dan dapat memberi kepuasan pada individu-individu
yang terlibat dalam interaksi sosial.
Conventions berkaitan lebih erat dengan aspek
kebudayaan masyarakat dibantu dengan Falkways dan usages. Oleh karena
itu, si pelanggar sering melakukan tingkah laku berpura-pura.
c. Mores dan Taboos
Menurut Mac. Iver dan Charles H. Page,
Mores sebagai sesuatu untuk menyatakan standard kelompok, perasaan
kelompok, apakah layak benar dan mendorong pada keadaan sehat.
Mores berbeda dengan falkways, sebab mores
jauh lebih luas, baik arti maupun maknanya dibanding falkways. Menurut Iver
dan Page apabila falkways menambah konsep kelompok kesejahteraan,
standar benar atau salah, ia dimasukkan ke dalam mores. Jadi mores
merupakan ukuran atau standar untuk mencapai kesejahteraan dan merupakan sistem
norma masyarakat. Oleh karena itu, mores adalah tingkah laku yang
harus dikerjakan individu di dalam masyarakat terutama dalam hubungan interaksi
sosial antarindividu.
Mores bersumber pada moral, sehingga pelanggaran
terhadap mores sangat berat sanksinya karena berupa sansi moral.
Mores tampak sangat keras dan mengisi tata cara
interaksi sosial antarindividu serta tidak membutuhkan adanya kepuasan bagi
individu yang melakukan karena memang mores harus dikerjakan setiap individu.
Sedangkan taboos menurut Kingsley Davis:
are mores expressed in negative form. (taboos adalah mores
yang diyatakan dalam bentuk negatif). Taboos dapat dinyatakan
sebagai tingkah laku yang tidak boleh dikerjakan oleh individu. Tingkah laku
yang dimaksud adalah semua tingkah laku yang kebalikan dari mores.
Sesungguhnya, taboos pun bersumber
dari moral dan dengan demikian sanksi terhadap pelanggar dari taboos adalah
sanksi moral. Jadi mores dan taboos merupakan dua hal dari satu segi
yakni segi tingkah laku. Mores merupakan tingkah laku yang harus
dikerjakan, sedang taboos adalah tingkah laku yang dilarang.
Dengan adanya mores dan taboos, maka
individu sering pula melakukan tingkah laku pura-pura agar terhindar dari
sanksi pelanggaran. Yang penting dalam melakukan tingkah laku pura-pura,
individu dapat menjelaskan alasan-alasannya yang mengarah demi terciptanya
kesejahteraan dan keselamatan.
d. Institutional Role
Menurut S. Stanfeld Sargent, Institutional
role adalah pola-pola tingkah laku sosial individu yang diharapkan dalam
masyarakat.
Institutional Role dari suatu masyarakat harus dipelajari oleh
individu yang berada dalam masyarakat yang bersangkutan. Hal ini penting karena
setiap masyarakat menuntut menuntut peran dari warga masyarakat agar masyarakat
tersebutmenjadi maju dan berada dalam kondisi yang mendatangkan kesejahteraan
tiap individu.
Institutional role (peran yang diharapkan masyarakat yang telah
melembaga) sangat tergantung pada beberapa hal:
1)
Latar belakang pendidikan dan pengalaman
individu.
2)
Latar belakang pekerjaan
3)
Tempat tinggal individu sebelumnya
4)
Penguasaan atas norma-norma sosial masyarakat
oleh individu
5)
Tanggapan dan penerimaan masyarakat kepada
individu.
Sebagaimana salah satu aspek-aspek dari
warisan sosial, institutional role direfleksikan di dalam tingkah laku sosial
oleh setiap anggota masyarakat sebagai suatu model yang harus dipelajari pula
oleh anggota masyarakat tersebut dan diperkuat pelaksanaannya melalui pemberian
penghargaan dan hukuman bagi pelaksanaannya.
Terdapat perbedaan tinjauan terhadap belajar
sosial yang dilakukan individu dalam rangka pembentukan kepribadian untuk
diwujudkan dalam bentuk tingkah laku sosial. Ahli sosiologi dan antropologi
lebih tertarik pada hasil dari proses belajar sosial itu walaupun dengan
istilah yang berbeda.
Sedangkan ahli psikologi menekankan pada
proses belajar sosial yang terjadi sehingga para ahli menggunakan istilah
learning yang berarti: belajar adalah sebagai aspek dasar dari keselamatan
tingkah laaku dan dasar untuk memahami tingkah laku.
Para ahli psikologi sosial tertarik pada
belajar sosial, baik belajar sosial sebagai proses maupun belajar sosial
sebagai hasil. Oleh karena itu, digunakan istilah Sosial Learning, yang
menurut Neal Miller dan John Dollard, sebagai suatu proses di mana
seseorang belajar peranannya dan peranan orang lain di dalam hubungan sosial.
Dalam batasan ini terungkap bahwa proses belajar sosial menuntut seseorang
mengalami kegiatan dalam belajar dan sekaligus merefleksikan hasil belajar
dalam interaksi sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut para ahli Psikologi Sosial, individu menciptakan
kebudayaan masyarakat di mana individu berada, dan kebudayaan sangat
mempengaruhi kepribadian individu sebagai suatu masyarakat pendukung kebudayaan
tersebut.
Selain kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian, ada faktor-faktor
sosial yang juga berpengaruh terhadap kepribadian dan tingkah laku sosial
individu. Faktor-faktor sosial ini bersifat bagian dari aspek kebudayaan dalam
individu, yang berpengaruh secara aktif dan menentukan kepribadian dan tingkah
laku sosial individu.
Dalam batasan ini terungkap bahwa proses
belajar sosial menuntut seseorang mengalami kegiatan dalam belajar dan
sekaligus merefleksikan hasil belajar dalam interaksi sosial.
B. Saran
Setelah mempelajari kemampuan
sosialisasi, pengaruh, proses dan hasilnya, maka sebagai seorang
mahasiswa ilmu pendidikan seharusnya mampu memahami dan kelak mampu
menerapkannya. Seorang mahasiswa harus sadar dan peka terhadap masalah-masalah
yang dihadapi
terutama dalam kehidupan sosial yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Sehingga,
mahasiswa mampu berpikir tentang alternatif-alternatif dalam
memecahkan masalah di kehidupan modern ini. Untuk itu, apabila dalam penulisan
dan penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kelebihan, kritik dan saran
dari pembaca kami butuhkan, agar pada penulisan makalah selanjutnya kami bisa
lebih baik lagi. Karena, sebagai manusia biasa kami juga tak luput dari
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1988. Psikologi Sosial.
Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Santoso, Slamet. 2009. Teori-Teori
Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2006. Teori
Psikologi Sosial. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
http://eprints.uny.ac.id/8599/2/BAB%201%20-%2007413241022.pdf.
SANGAT BERMANFAAT SEKALI
BalasHapusMy blog